9 Feb 2011

PLTN di Indonesia

Reaktor Nuklir di Indonesia 
Pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dengan pembentukan Panitia Negara untuk penyelidikan Radioaktivitet pada 1954. Panitia Negara bertugas menyelidiki kemungkinan adanya jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik yang dilakukan oleh ne- gara-negara maju.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat maka melalui Peraturan Pemerintah No 65 Tahun 1958 pada 5 Desember 1958 dibentuk Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), berdasarkan UU No 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom. Di sisi lain, pada 1957, Indonesia menjadi Anggota IAEA (International Atomic Energy Agency).
Dengan perubahan paradigma, pada 1997 ditetapkan UU No 10 tentang Ketenaganukliran di mana antara lain diatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di samping ditetapkan perlunya dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir. Di sisi lain, dengan UU tersebut nama Batan disesuaikan menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Tanggal 5 Desember ditetapkan sebagai hari jadi Batan, yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia.
Bertolak dari ketentuan awal itu, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama dengan nama Triga Mark II di Bandung, Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta, pada 1966, Reaktor Atom Kartini di Yogyakarta 1967, dan terakhir Reaktor Atom Siwabessy di Serpong 1987.
Reaktor Triga Mark II memiliki daya 250 kW pada 1965, ditingkatkan menjadi 1.000 kW pada 1971, dan terakhir menjadi 2.000 kW pada 2000. Reaktor tersebut merupakan salah satu fasilitas dari kawasan nuklir Bandung yang menempati lahan sekitar 3 ha. Di kawasan ini terdapat Pusat Teknologi Bahan dan Radiometri. Kegiatan di sana meliputi pendayagunaan reaktor untuk penelitian dan pembinaan keahlian, litbang bahan dasar, radioisotop dan senyawa bertanda, instrumentasi dan teknik analisis radiometri, pengawasan keselamatan kerja terhadap radiasi dan lingkungan, serta pelayanan kedokteran nuklir.
Fasilitas lain yang terdapat di kawasan itu adalah laboratorium fisika, kimia, dan biologi, produksi isotop dan senyawa bertanda, dan klinik kedokteran nuklir pertama di Indonesia sebagai embrio berdirinya Unit Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Kawasan Nuklir
Reaktor Kartini memiliki daya 100 kW dan terletak di kawasan nuklir Yogyakarta dengan luas lahan sekitar 8,5 ha. Di samping Reaktor Kartini, kawasan ini juga memiliki fasilitas perangkat subkritik, laboratorium penelitian bahan murni, akselerator, laboratorium penelitian D2O, laboratorium fisika dan kimia nuklir, fasilitas keselamatan kerja dan kesehatan, perpustakaan, fasilitas laboratorium untuk pendidikan, Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan, serta Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN).
Kawasan Nuklir Pasar Jumat Jakarta dibangun pada 1966 di atas lahan sekitar 20 ha. Di kawasan ini terdapat beberapa fasilitas, yaitu tiga unit Iradiator Gamma (y) kobalt-60, 2 mesin berkas elektron, laboratorium pengolahan uranium, perangkat alat ukur radiasi, laboratorium kimia, biologi, proses dan hidrologi, fasilitas pendidikan dan latihan, serta Gedung Peragaan Sains dan Teknologi Nuklir (Perasten).
Di kawasan ini terdapat beberapa unit organisasi Batan, seperti: Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, Pusat Pengembangan Geologi Nuklir, Pusat Pendidikan dan Pelatihan serta Pusat Diseminasi Iptek Nuklir. Berbagai kegiatan penelitian dilakukan di kawasan ini, yang meliputi litbang radioisotop dan radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir, geologi dan geofisika, litbang keselamatan radiasi dan biomedika nuklir, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil Litbangyasa Iptek Nuklir kepada masyarakat yang dilakukan Batan.
Reaktor Siwabessy dengan daya 30 MW terletak di kawasan nuklir Serpong, Provinsi Banten, dengan luas lahan sekitar 25 ha. Kawasan Nuklir Serpong adalah pusat Litbangyasa Iptek Nuklir yang dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha pengembangan industri nuklir dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di Indonesia. Pembangunan instalasi dan laboratorium Kawasan Nuklir Serpong dilaksanakan melalui tiga fase yang dimulai sejak 1983 dan selesai secara keseluruhan 1992. Kawasan Nuklir Serpong terletak di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek).
Selain fasilitas utama Reaktor Siwabessy, di kawasan nuklir Serpong terdapat beberapa fasilitas utama lainnya, seperti Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset, Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor, Fasilitas Pengembangan Informatika, Instalasi Mekano Elektronik Nuklir, Instalasi Spektometri Neutron, serta Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan bahan Terkontaminasi

Catatan Penting
Sejak berfungsinya empat kawasan nuklir dengan berbagai fasilitas termasuk tiga reaktor nuklir melalui berbagai kegiatan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan iptek nuklir termasuk pembangunan SDM yang menguasai iptek nuklir, maka beberapa catatan penting dan mendasar perlu dikemukakan.
Pertama, kepemimpinan Batan dari masa ke-masa secara signifikan mampu membangun berbagai fasilitas teknologi nuklir termasuk reaktor nuklir yang menghasilkan berbagai kegiatan untuk penelitian, pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir
Kedua, pemanfaatan teknologi nuklir dari reaktor nuklir dan fasilitas perangkat nuklir lainnya telah dirasakan masyarakat secara luas, meliputi bidang pertanian, peternakan, industri, kesehatan dan kedokteran, hidrologi, rekayasa dan konstruksi, dan lainnya.
Ketiga, para operator reaktor nuklir telah menunjukkan prestasi gemilang dalam mengoperasikan reaktor nuklir karena sejak reaktor nuklir pertama, Triga Mark II, berfungsi disusul Reaktor Kartini dan Reaktor Siwabessy tidak pernah terjadi kejadian (evident) atau kecelakaan (accident) sesuai standar INES (International Nuclear Evident Scale) yang mengancam keselamatan manusia dan lingkungan. Ini membuktikan bahwa para operator reaktor nuklir Indonesia memiliki budaya disiplin kerja yang tinggi.
Keempat, melihat kualitas SDM Indonesia yang menguasai iptek nuklir cukup menonjol, pada 1962 seorang tenaga BATAN, Ir Soebekti, direkrut menjadi staf IAEA dan setelah itu para ahli nuklir Indonesia secara bergantian tanpa putus direkrut dan bekerja di-IAEA sampai sekarang.
Kelima, manajemen reaktor nuklir mulai dari pengoperasian, pengawasan, sampai pemeliharaan telah membuktikan diri sebagai orang-orang yang ahli, andal, berpengalaman, berdedikasi total dan berprestasi. Buktinya, Reaktor pertama Triga Mark II yang telah berumur 43 tahun masih beroperasi dengan baik.
Keenam, manajemen pengolahan limbah telah ditangani dengan baik karena sampai saat ini belum pernah terjadi kebocoran atau kecelakaan yang menghebohkan. Di sisi lain, manajemen terbuka untuk diawasi oleh lembaga berwenang baik di dalam negeri (Bapeten) maupun luar negeri (IAEA), sehingga meraih kepercayaan dunia internasional.
Bertolak dari hal-hal tersebut, maka dari segi pengalaman tersedianya SDM yang ahli dan terampil dengan jumlah yang memadai, budaya disiplin kerja yang prima, serta berbagai perangkat fasilitas teknologi nuklir, Indonesia telah sangat siap untuk membangun dan mengoperasikan PLTN. Yang kita butuhkan hanya dukungan dana (dalam dan luar negeri), serta desain dan konstruksi dari negara-negara maju yang berpengalaman.
http://pltnforpeace.files.wordpress.com/2008/07/pltn1.jpg


 Sejarah Singkat Program Pembangunan PLTN di Indonesia

Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuahpun PLTN yang dapat dioperasikan untuk mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang saat ini semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal ini menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta merupakan sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan statistik PLTN dunia tahun 2002 terdapat 439 PLTN yang beroperasi di seluruh dunia dengan kapasitas total sekitar 360.064 GWe, 35 PLTN dengan kapasitas 28.087 MWe sedang dalam tahap pembangunan. PLTN yang direncanakan untuk dibangun ada 25 dengan kapasitas 29.385 MWe. Kebanyakan PLTN baru dan yang akan dibangun berada di beberapa negara Asia dan Eropa Timur. Memang di negara maju tidak ada PLTN yang baru, tetapi ini tidak berarti proporsi listrik dari PLTN akan berkurang. Di Amerika beberapa PLTN telah mendapatkan lisensi perpanjangan untuk dapat beroperasi hingga 60 tahun, atau 20 tahun lebih lama daripada lisensi awalnya.





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVYPz2LLUjY-R7va7Ed-vHdjveqNiIBU9xf-p-k1FbrJpOz-AH7AJgu6QNqu9fNu6I5d_X1MAkpmWMcUav5mEzUIqSsq-X2yu3rIzQKSOlVyG-oNI_RIKkKabAm5Aa_jOYT_CvYgo-jV4/s758/PLTN+Tanjung+Muria.gif

Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai pada tahun 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di beberapa universitas di Bandung dan Yogyakarta. Meskipun demikian ide yang sudah mengkristal baru muncul pada tahun 1972 bersamaan dengan dibentuknya Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (Departemen PUTL). Kemudian berlanjut dengan diselenggarakannya sebuah seminar di Karangkates, Jawa Timur pada tahun 1975 oleh BATAN dan Departemen PUTL, dimana salah satu hasilnya suatu keputusan bahwa PLTN akan dikembangkan di Indonesia. Pada saat itu juga sudah diusulkan 14 tempat yang memungkinkan di Pulau Jawa untuk digunakan sebagai lokasi PLTN, dan kemudian hanya 5 tempat yang dinyatakan sebagai lokasi yang potensial untuk pembangunan PLTN.
Pada perkembangan selanjutnya setelah dilakukan beberapa studi tentang beberapa lokasi PLTN, maka diambil suatu keputusan bahwa Semenanjung Muria adalah lokasi yang paling ideal dan diusulkan agar digunakan sebagai lokasi pembangunan PLTN yang pertama di Indonesia. Disusul kemudian dengan pelaksanaan studi kelayakan tentang introduksi PLTN yang pertama pada tahun 1978 dengan bantuan Pemerinatah Itali, meskipun demikian, rencana pembangunan PLTN selanjutnya terpaksa ditunda, untuk menunggu penyelesaian pembangunan dan pengoperasian reaktor riset serbaguna yang saat ini bernana “GA Siwabesy” berdaya 30 MWth di Puspiptek Serpong. 

Pada tahun 1985 pekerjaan dimulai dengan melakukan reevaluasi dan pembaharuan studi yang sudah dilakukan dengan bantuan International Atomic Energy Agency (IAEA), Pemerintah Amerika Serikat melalui perusahaan Bechtel International, Perusahaan Perancis melalui perusahaan SOFRATOME, dan Pemerintah Itali melalui perusahaan CESEN. Dokumen yang dihasilkan dan kemampuan analitis yang dikembangkan dengan program bantuan kerjasama tersebut sampai saat ini masih menjadi dasar pemikiran bagi perencanaan dan pengembangan energi nuklir di Indonesia khususnya di Semenanjung Muria.

Pada tahun 1989, Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) memutuskan untuk melakukan studi kelayakan yang komprehensif termasuk investigasi secara mendalam tentang calon tapak PLTN di Semenanjung Muria Jawa-Tengah. Pelaksanaan studi itu sendiri dilaksanakan di bawah koordinasi BATAN, dengan arahan dari Panitia Teknis Energi (PTE), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, dan dilakukan bersama-sama oleh beberapa instansi lain di Indonesia.
  
Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN, serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi tapak di Semenanjung Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik sudah berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya. Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN Ujung Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3) dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1995. Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat diselesaikan pada bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak di Semanjung Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas antara 600 s/d 900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem kelistrikan Jawa-Bali.
Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan yang mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan “Bid Invitation Specification” (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan penelitian di beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain penelitian teknologi dan keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif serta menyelenggarakan kerjasama internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.
Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) energi khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu studi perancanaan energi dan kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive Assessment of Different Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia” (CADES) yang dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh sebuah Tim Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang. Kebutuhan energi final (akhir) akan meningkat dengan pertumbuhan 3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar 8146 Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000. Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025. Jumlah kapasitas pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik Jawa-Madura-Bali (Jamali). Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan keekonomiannya, maka energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna pembangkitan energi listrik, sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan muncul sebagai pensuplai kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30% untuk akan disuplai oleh jenis energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal dan energi baru dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat menyumbang sekitar 5-6% pada tahun 2025.
Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik nasional di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan energi khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua pihak yang terkait dengan pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara komersial pada sekitar tahun 2016.
BATAN sebagai Lembaga Pemerintah, berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, telah dan akan terus bekerjasama dengan Lembaga Pemerintah terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga dan Masyarakat Internasional, dalam mempersiapkan pengembangan energi nuklir di Indonesia, khususnya dalam rangka mempersiapkan pengembangan energi nuklir tersebut adalah studi dan kajian aspek energi, teknologi, keselamatan, ekonomi, lingkungan hidup, sosial-budaya, dan manajemen yang tertuang dalam bentuk rencana stratejik 2006-2010 tentang persiapan pengembangan energi nuklir di Indonesia. 



 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Chabbs 69 | Bloggerized by Tyo Fadill - Premium Blogger Themes | Sweet Tomatoes Printable Coupons